Agen Poker Terbaik - Aku Diperdaya Menjadi Budak Seks Akibat Foto Bugil Tubuhku Yang Tertinggal di Villa - Pada suatu pagi telepon di kamarku berbunyi, dengan malas kupaksakan
diri mengangkatnya. Ternyata telepon itu dari Pak Riziek, tukang kebun
dan penjaga villa-ku. Rasa kantukku langsung hilang begitu dia
menyuruhku untuk segera datang ke villa, dia bilang ada masalah yang
harus dibicarakan di sana.
Agen Poker Terpercaya - Sebelum kutanya lebih jauh hubungan sudah terputus. Hatiku mulai tidak
tenang saat itu, ada masalah apa di sana, apakah kemalingan, kebakaran
atau apa. Aku juga tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi saat itu
karena saat itu kedua orangtuaku sedang di luar kota.
Segera setelah siap aku mengendarai mobilku menuju ke villa-ku di Bogor,
tidak lupa juga kuajak Rina, sahabatku yang sering pergi bareng untuk
teman ngobrol di jalan. Sesampainya di sana, kami disambut oleh Pak
Riziek, seorang lelaki setengah baya berumur 60-an, rambutnya sudah
memutih, namun perawakannya masih sehat dan gagah. Dia adalah penduduk
desa dekat villa ini, sudah 4 tahun sejak ayahku membeli villa ini Pak
Riziek ditugasi untuk menjaganya. Kami sekeluarga percaya padanya karena
selama ini belum pernah villa-ku ada masalah sampai suatu saat akhirnya
aku menyesal ayahku mempekerjakannya.
Pak Riziek mengajak kami masuk ke dalam
dulu. Di ruang tamu ternyata sudah menunggu seorang pria lain. Pak
Riziek memperkenalkannya pada kami. Orang ini bernama Pak Usep, berusia
50-an, tubuhnya agak gemuk pendek, dia adalah teman Pak Riziek yang
berprofesi sebagai juru foto di kampungnya. Tanpa membuang waktu lagi
aku langsung to the point menanyakan ada masalah apa sebenarnya aku
disuruh datang.
Pak Riziek mengeluarkan sebuah bungkusan
yang dalamnya berisi setumpuk foto, dia mengatakan bahwa masalah inilah
yang hendak dibicarakan denganku. Aku dan Rina lalu melihat foto apa
yang ditunjukkan olehnya. Betapa terkejutnya kami bak disambar petir di
siang bolong, bagaimana tidak, ternyata foto-foto itu adalah foto-foto
erotis kami yang diabadikan ketika liburan tahun lalu, ada foto bugilku,
foto bugil Rina, dan juga foto adegan persenggamaan kami dengan pacar
masing-masing.
“Pak.., apa-apaan ini, darimana barang
ini..?” tanyaku dengan tegang. “Hhmm.. begini Neng, waktu itu saya
kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan di bawah ranjang Neng Dian
saya lihat kok ada barang yang nongol, eh.. taunya klise foto asoynya
Neng Dian sama Neng Rina, ya udah terus saya bawa ke Pak Usep ini untuk
dicuci.” jawabnya sambil sedikit tertawa. “Apa, kurang ajar, Pak.. Bapak
digaji untuk menjaga tempat ini, bukannya mengoprek barang saya..!”
kataku dengan marah dan menundingnya.
Aku sangat menyesal kenapa begitu
ceroboh membiarkan klise itu tertinggal di villa, bahkan aku mengira
barang itu sudah dibawa oleh pacarku atau pacar Rina. Wajah Rina juga
ketika itu juga nampak tegang dan marah. “Wah.. wah.. jangan galak gitu
dong Neng, saya kan nggak sengaja, justru Neng sendiri yang ceroboh
kan?” mereka berdua tertawa-tawa memandangi kami.
“Baik, kalau gitu serahkan klisenya, dan
Bapak boleh pergi dari sini.” kataku dengan ketus. “Iya Pak, tolong
kita bisa bayar berapapun asal kalian kembalikan klisenya.” tambah Rina
memohon. “Oo.. nggak, nggak, kita ini bukan pemeras kok Neng, kita cuma
minta..” Pak Usep tidak meneruskan perkataannya. “Sudahlah Pak, cepat
katakan saja apa mau kalian..!” kata Rina dengan ketus.
Perasan aneh mulai menjalari tubuhku
disertai keringat dingin yang mengucuri dahiku karena mereka mengamati
tubuh kami dengan tatapan lapar. Kemudian Pak Riziek maju mendekatiku
membuat degup jantungku makin kencang. Beberapa senti di depanku
tangannya bergerak mengelus payudaraku.
“Hei.. kurang ajar, jangan keterlaluan
ya..!” bentakku sambil menepis tangannya dan mendorongnya. “Bangsat..
berani sekali kamu, kalian kira siapa kalian ini hah..? Dasar orang
kampung..!” Rina menghardik dengan marah dan melemparkan setumpuk foto
itu ke wajah Pak Riziek. “Hehehe.. ayolah Neng, coba bayangakan, gimana
kalo foto-foto itu diterima orangtua, pacar, atau teman-teman di kampus
Neng? Wah bisa-bisa Neng berdua ini jadi terkenal deh..!” kata Pak Usep
dan disusul gelak tawa keduanya.
Aku tertegun, pikiranku kalut, kurasa
Rina pun merasakan hal yang sama denganku. Nampaknya tiada pilihan lain
bagi kami selain mengikuti kemauan mereka. Kalau foto-foto itu tersebar
bagaimana reputasiku, keluargaku, dan reaksi pacarku, apalagi Rina yang
berprofesi sebagai model pada majalah ***(edited), bisa-bisa karirnya
tamat gara-gara masalah ini.
Pak Riziek kembali mendekatiku dan
meraba pundakku, sementara itu Pak Usep mendekati Rina lalu
mengelilinginya mengamati tubuh Rina. “Gimana Neng, apa sudah berubah
pikiran..?” tanyanya sambil membelai rambutku yang sebahu lebih.
Kupikir-pikir untuk apa lagi jual mahal, toh kami pun sudah bukan
perawan lagi, hanya saja kami belum pernah bermain dengan orang-orang
bertampang kasar seperti mereka.
Akhirnya dengan berat hati aku hanya
dapat menganggukkan kepala saja. “Ha.. ha.. ha.. akhirnya bisa juga
orang kampung seperti kita merasakan gadis kampus, ada foto modelnya
lagi..!” mereka tertawa penuh kemenangan. Aku hanya dapat mengumpat
dalam hati, “Bangsat kalian, dasar tua-tua keladi..!” Pak Riziek
memelukku dan tangannya meremas-remas payudaraku dari luar, lidahnya
bermain dengan liar di dalam mulutku. Perasaan geli, jijik dan nikmat
bercampur menjadi satu bersamaan dengan gejolak birahiku yang mulai
naik.
Tangannya kini makin berani menyusup ke
bawah kaos ketat lengan panjang yang kupakai, terus bergerak menyusup ke
balik BH-ku. Degub jantungku bertambah kencang dan napasku makin
memburu ketika kurasakan tangan kasarnya mulai menggerayangi dadaku,
apalagi jari-jarinya turut mempermainkan putingku. Tanpa terasa pula
lidahku mulai aktif membalas permainan lidahnya, liur kami menetes-netes
di pinggir mulut.
Nasib Rina tidak beda jauh denganku, Pak
Usep mendekapnya dari belakang lalu tangannya mulai meremas payudara
Rina dan tangan satunya lagi menaikkan rok selututnya sambil meraba-raba
paha Rina yang jenjang dan mulus. Satu-persatu kancing baju Rina
dipreteli sehingga nampaklah BH-nya yang berwarna merah muda, belahan
dadanya, dan perutnya yang rata. Melihat payudara 36B Rina yang
menggemaskan itu Pak Usep makin bernafsu, dengan kasar BH itu ditariknya
turun dan menyembul lah payudara Rina yang montok dengan puting merah
tua.
“Whuua.. ternyata lebih indah dari yang
di foto, mimpi apa saya bisa merasakan foto model kaya Neng Rina,”
katanya. Pak Usep menghempaskan diri ke sofa, dibentangkannya
lebar-lebar kedua belah kaki Rina yang berada di pangkuannya. Tangannya
yang semula mengelus-elus pahanya mulai merambat ke selangkangannya,
jari-jari besarnya menyelinap ke pinggir celana dalam Rina. Ekspresi
wajah Rina menunjukkan rasa pasrah tidak berdaya menerima perlakuan
seperti itu, matanya terpejam dan mulutnya mengeluarkan desahan.
“Eeemhh.. uuhh.. jangan Pak, tolong hentikan.. eemhh..!”
Kemudian Pak Usep menggendong tubuh
Rina, mereka menghilang di balik kamar meninggalkan kami berdua di ruang
tamu. Setelah menaikkan kaos dan BH-ku, kini tangannya membuka
resleting celana panjangku. Dia merapatkan tubuhku pada tembok. Aku
memejamkan mata berusaha menikmati perasaan itu, kubayangkan yang sedang
menggerayangi tubuhku ini adalah pacarku, Yudi. Tua bangka ini ternyata
pintar membangkitkan nafsuku. Sapuan-sapuan lidahnya pada putingku
menyebabkan benda itu makin mengeras saja.
Sekarang kurasakan tangannya sudah mulai
menyelinap ke balik CD-ku, diusap-usapnya permukaan kemaluanku yang
ditumbuhi bulu-bulu halus lebat itu. “Sshh.. eemhh..!” aku mulai meracau
tidak karuan saat jari-jarinya memasuki vaginaku dan memainkan
klistorisnya, sementara itu mulutnya tidak henti-hentinya mencumbu
payudaraku, sadar atau tidak aku mulai terbawa nikmat oleh permainannya.
“Hehehe.. Neng mulai terangsang ya?” ejeknya dekat telingaku.
Tiba-tiba dia menghentikan aktivitasnya
dan dengan kasar didorongnya tubuhku hingga terjatuh di sofa. Sambil
berjalan mendekat dia melepas pakaiannya satu persatu. Setelah dia
membuka celana dalamnya tampak olehku kemaluannya yang sudah menegang
dari tadi. Gila, ternyata penisnya besar juga, sedikit lebih besar dari
pacarku dan dihiasi bulu-bulu yang sudah beruban. Kemudian dia menarik
lepas celanaku beserta CD-nya sehingga yang tersisa di tubuhku kini
hanya kaos lengan panjang dan BH-ku yang sudah terangkat.
Dibentangkannya kedua belah pahaku di
depan wajahnya. Tatapan matanya sangat mengerikan saat memandangi daerah
selangkanganku, seolah-olah seperti monster lapar yang siap memangsaku.
Pak Riziek membenamkan wajahnya pada selangkanganku, dengan penuh nafsu
dia melaahap dan menyedot-nyedot vaginaku yang sudah basah itu,
lidahnya dengan liar menjilati dinding vagina dan klitorisku. Sesekali
dia mengorek-ngorek lubang kemaluan dan anusku. Perlakuannya sungguh
membuat diriku serasa terbang, tubuhku menggelinjang-gelinjang diiringi
erangan nikmat.
Tidak lama kemudian akhirnya kurasakan
tubuhku mengejang, aku mencapai orgasme pertamaku. Cairan cintaku
membasahi mulut dan jari-jari Pak Riziek. “Sluurrpp… sluurpp..
sshhrrpp..” demikian bunyinya ketika dia menghisap sisa-sisa cairan
cintaku. Disuruhnya aku membersihkan jari-jarinya yang berlepotan cairan
cinta itu dengan mengulumnya, maka dengan terpaksa kubersihkan
jari-jari kasar itu dengan mulutku.
“Memek Neng Dian emang enak banget, beda
dari punya lonte-lonte di kampung Bapak,” celetuknya sambil
menyeringai. “Sialan, masa gua dibandingin sama lonte kampung..!”
umpatku dalam hati. “Nah, sekarang giliran Neng merasakan kontol Bapak
ya..!” katanya sambil melepas kaos dan BH-ku yang masih melekat.
Sekarang sudah tidak ada apapun yang tersisa di tubuhku selain kalung
dan cincin yang kukenakan.
Dia naik ke wajahku dan menyodorkan
penisnya padaku. Ketika baru mau mulai, tiba-tiba telepon di dinding
berbunyi memecah suasana. “Angkat teleponnya Neng, ingat saya tahu
rahasia Neng, jadi jangan omong macam-macam,” ancamnya. Telepon itu
ternyata dari Yudi, pacarku yang mengetahui aku sedang di villa dari
pembantu di rumahku. Dengan alasan yang dibuat-buat aku menjawab
pertanyaannya dan mengatakan aku di sini baik-baik saja.
Ketika aku sedang berbicara mendadak
kurasakan sepasang tangan mendekapku dari belakang dan dekat telingaku
kurasakan dengus napasnya. Tangan itu mulai usil meraba payudaraku dan
tangan satunya lagi pelan-pelan merambat turun menuju kemaluanku,
sementara pada leherku terasa ada benda hangat dan basah, ternyata Pak
Riziek sedang menjilati leherku. Penisnya yang tegang saling berhimpit
dengan pantatku. Aku sebenarnya mau berontak namun aku harus bersikap
normal melayani obrolan pacarku agar tidak timbul kecurigaan.
Aku hanya dapat menggigit bibir dan
memejamkan mata, berusaha keras agar tidak mengeluarkan suara-suara
aneh. Dasar sial, si Yudi mengajakku omong panjang lebar sehingga
membuatku makin menderita dengan siksaan ini. Sekarang Pak Riziek
menyusu dariku, tidak henti-hentinya dia mengulum, menggigit dan
menghisap putingku sampai memerah.
Akhirnya setelah 15 menit Yudi menutup
pembicaraan, saat itu Pak Riziek tengah menyusu sambil mengorek-ngorek
kemaluanku, aku pun akhirnya dengan lega mengeluarkan erangan yang dari
tadi tertahan. “Heh, sopan dikit dong..! Tau ngga saya tadi lagi
nelepon..!” marahku sambil melepas pelukkannya. “Hohoho.. maaf Neng,
saya kan orang kampung jadi kurang tau sopan santun, eh.. omong-omong
itu tadi pacar Neng ya? Tenang aja habis merasakan kontol saya pasti
Neng lupa sama cowok itu..!” ejeknya dan dia kembali memeluk tubuhku.
Disuruhnya aku duduk di sofa dan dia
berdiri di hadapanku, penisnya diarahkan ke mulutku. Atas perintahnya
kukocok dan kuemut penis itu, pada awalnya aku hampir muntah mencium
penisnya yang agak bau itu, namun dia menahan kepalaku hingga aku tidak
dapat melepaskannya. “Iseepp, isep yang kuat Neng, jangan cuma dimasukin
mulut aja..!” suruhnya sambil terus memaju-mundurkan penisnya di
mulutku. Sayup-sayup aku dapat mendengar erangan Rina dari dalam kamar
yang pintunya sedikit terbuka itu.
Lama kelamaan aku sudah dapat
menikmatinya, tangannya yang bergerak lincah mempermainkan payudaraku
dan memilin-milin putingnya membuatku semakin bersemangat mengulum dan
menjilati kepala penisnya. “Naahh.. gitu dong Neng, ayoo.. terus.. Neng
jilatin ujungnya, eengh.. bagus..!” desahnya sambil menjambak rambutku.
Selama 15 menit aku mengkaraokenya dan dia mengakhirinya dengan menarik
kepalaku.
Setelah itu dibaringkannya tubuhku di
sofa, dia lalu membuka lebar-lebar kedua pahaku dan berlutut di
antaranya. Aku memejamkan mata menikmati detik-detik ketika penisnya
menerobos vaginaku. Penisnya meluncur mulus sampai menyentuh rahimku.
Aku mengerang setiap kali dia menyodokkan penisnya. Gesekan demi
gesekan, sodokan demi sodokan sungguh membuatku terbuai dan semakin
menikmati perkosaan ini, aku tidak perduli lagi orang ini sesungguhnya
adalah pembantuku.
Sambil menyetubuhiku bibirnya tidak
henti-hentinya melumat bibir dan payudaraku, tangannya pun selalu
meremas payudara dan pantatku. Erangan panjang keluar dari mulutku
ketika mencapai klimaks, sekujur tubuhku mengejang beberapa detik
sebelum melemas kembali. Keringat bercucuran membasahi tubuhku sehingga
kelihatan mengkilat. Tanpa memberiku kesempatan beristirahat dia
menaikkan tubuhku ke pangkuannya. Aku hanya pasrah saja menerima
perlakuannya.
Setelah penisnya memasuki vaginaku, aku
mulai menggerakkan tubuhku naik turun. Pak Riziek menikmati goyanganku
sambil ‘menyusu’ payudaraku yang tepat di depan wajahnya, payudaraku
dikulum dan digigit kecil dalam mulutnya seperti bayi sedang menyusu.
Terkadang aku melakukan gerakan memutar sehingga vaginaku terasa seperti
diaduk-aduk. Aku terus mempercepat goyanganku karena merasa sudah mau
keluar, makin lama gerakanku makin liar dan eranganku pun makin tidak
karuan menahan nikmat yang luar biasa itu. Dan ketika klimaks itu sampai
aku menjerit histeris sambil mempererat pelukanku. Benar-benar dahsyat
yang kuperoleh walaupun bukan dengan lelaki muda dan tampan.
Kali ini dia membalikkan badanku hingga
menungging. Disetubuhinya aku dari belakang, tangannya bergerilya
merambahi lekuk-lekuk tubuhku. Harus kuakui sungguh hebat lelaki seumur
dia dapat bertahan begitu lama dan membuatku orgasme berkali-kali, atau
mungkin sebelumnya dia sudah minum obat kuat atau sejenisnya, ah.. aku
tidak perduli hal itu, yang penting dia telah memberiku kenikmatan luar
biasa.
Sudah lebih dari setengah jam dia
menggarapku. Tidak lama setelah aku mencapai klimaks berikutnya, dia
mulai melenguh panjang, sodokanya makin kencang dan kedua payudaraku
diremasnya dengan brutal sehingga aku berteriak merasakan sakit
bercampur nikmat. Setelah itu dia menarik lepas penisnya dan naik ke
dadaku. Di sana dia menjepitkan penisnya yang sudah licin mengkilap itu
di antara kedua payudaraku, lalu dikocoknya sampai maninya menyempot
dengan deras membasahi wajah dan dadaku.
Aku sudah kehabisan tenaga, kubiarkan
saja maninya berlepotan di tubuhku, bahkan yang mengalir masuk ke mulut
pun kutelan sekalian. Sebagai ‘hidangan penutup’, Pak Riziek menempelkan
penisnya pada bibirku dan menyuruhku membersihkannya. Kujilati penis
itu sampai bersih dan kutelan sisa-sisa maninya. Setelahnya dia
meninggalkanku terbaring di sofa, selanjutnya aku tidak tahu apa-apa
lagi karena sudah tidak sadarkan diri.
Begitu aku bangun jam sudah menunjukkan
pukul 4 sore, aku menemukan diriku masih bugil, sisa-sisa sperma kering
masih membekas pada wajah dan dadaku, sekujur tubuhku terutama dada
penuh dengan bekas cupangan yang memerah. Aku melihat sekeliling, hening
tanpa suara, entah kemana Rina dan kedua ‘kambing bandot’ itu. Aku
tidak memikirkan apa-apa lagi, aku menuju kamar mandi karena ingin
kencing, lalu kunyalakan shower dan kubersihkan tubuhku dari sisa-sisa
persetubuhan tadi. Dalam hati aku masih merasa marah, kesal, dan sedih
karena dijebak dan diperkosa seperti itu, namun setiap teringat yang
barusan, aku malah ingin mengulanginya lagi.
Sehabis mandi, kepenatan tubuhku terasa
mulai berkurang, kuraih kimono kuning dan memakainya tanpa memakai
apa-apa di baliknya. Ketika aku keluar kamar mandi masih belum merasakan
tanda-tanda keberadaan mereka di sini, begitu juga kamar yang tadi
dipakai Rina dan Pak Usep, di sana hanya kudapati ranjang yang sudah
berantakan dan masih tercium aroma sperma bekas pertarungan tadi.
Pakaian Rina dan Pak Riziek juga masih berceceran di ruang tamu.
Terlintas di benakku saat itu kolam renang, ya mereka pasti di sana.
Aku segera menuju kolam di belakang
untuk memastikan. Dugaanku ternyata tepat, di sana terlihat pemandangan
yang membuat darah bergolak. Di tepi kolam itu Rina sedang dikerjai oleh
mereka berdua. Dia tengah memacu tubuhnya di atas penis Pak Riziek yang
berbaring sambil meremasi dadanya, sementara mulutnya dijejali oleh
penis Pak Usep yang berdiri di sampingnya, tubuh ketiganya basah oleh
air kolam, langit senja yang berwarna kuning keemasan menambah erotisnya
suasana.
“Hai, Neng Dian udah bangun toh..!” sapa
Pak Riziek. “Wah, saya udah lama nungguin Neng Dian, tapi tunggu ya,
Neng Rina lagi asyik makan es mambo nih..!” sahut Pak Usep. Rina hanya
dapat melirik sayu padaku karena mulutnya penuh oleh penis dan Pak Usep
menahan kepalanya. Adegan mesum itu membangkitkan kembali nafsuku,
selangkanganku terasa basah.
5 menit kemudian Pak Usep mencabut
penisnya dari mulut Rina dan mendekatiku. “Pak, kapan klisenya kalian
kembalikan..?” tanyaku tidak sabar. “Tenang Neng, sekarang mau pulang
juga sudah kemalaman, klisenya pasti kita kasih ke Neng besok,” jawabnya
sambil menepuk bahuku. “Apa..! Besok..? Keterlaluan kalian..!”
bentakku. “Jangan marah-marah gitu dong Neng, besok pagi saya janji
pasti ngasih klisenya ke Neng,” katanya sambil memutari tubuhku.
Kurasakan elusan Pak Usep pada paha
belakangku, tangannya makin naik menyingkap kimonoku dan akhirnya
meremas pantatku. “Hoi, Pak Riziek, ternyata nona majikanmu ini asoy
bener, pahanya mulus, pantatnya juga wuiih.. montok..!” serunya pada
temannya. Kupingku benar-benar panas mendengar ejekannya, namun dalam
hati aku justru berharap dia berbuat lebih jauh.
“Ooouuhhh..!” demikian desahan pelan
yang keluar dari mulutku ketika tangan Pak Usep sampai ke belahan
kemaluanku. Jarinya membuka belahan itu dan meraih klistorisnya, daerah
sensitif itu dimainkannya sehingga membuatku mendesah dan kedua kakiku
terasa lemas tidak bertenaga. Dibaringkannya tubuhku pada kursi santai
di tepi kolam itu. Tercium bau rokok murahan dari mulutnya ketika dia
melumat bibirku, lidahnya mengelitik lidahku.
Pak Usep melepaskan tali pinggangku
sehingga kimonoku terbuka, ciumannya perlahan-lahan turun dari dagu dan
leher menuju payudaraku. Sambil melumat payudaraku tangan yang satunya
dengan kasar mengobrak-abrik vaginaku. “Aakkhh.. Pak, sakit..
pelan-pelan Pak..!” rintihku kesakitan.
Aku melihat ke arah Rina yang sedang
dikerjai Pak Riziek. Dia sedang dalam posisi dogie, Pak Riziek dari
belakang melakukan penetrasi ke lubang anus Rina. Dia menjerit-jerit
kesakitan ketika penis besar itu dengan paksa memasuki duburnya yang
sempit. Bukannya kasihan tapi nampaknya Pak Riziek malah semakin
bergairah melihat penderitaan Rina, ketika sudah masuk setengahnya
dihujamkannya penis itu dengan keras, spontan tubuh Rina tersentak dan
jeritan panjang yang memilukan keluar dari mulutnya.
Selanjutnya dengan ganas Pak Riziek
menyodomi Rina sambil mendesis-desis menikmati penisnya terjepit dubur
Rina yang sempit. Aku sangat kasihan melihat penderitaan Rina, tapi apa
dayaku karena aku sendiri sedang dalam kesulitan. Kini Pak Usep membuka
lebar kedua pahaku, tangan satunya memegang penisnya yang gemuk itu dan
menggesek-geseknya pada bibir kemaluanku sehingga aku mendesah nikmat
dan tubuhku menggeliat-geliat.
Setelah vaginaku basah kuyup dia menekan
penisnya hingga amblas seluruhnya. Aku melihat jelas bagaimana penis
itu keluar masuk ke dalam vaginaku. Kenikmatan dahsyat telah melanda
tubuhku hingga aku tidak kuasa untuk tidak mengerang. Suara desahan
terdengar sahut menyahut di tepi kolam itu. Kemudian aku merasakan
tubuhku bagaikan tersengat listrik, aku menjerit sekuat tenaga dan
mempererat genggamanku pada pegangan kursi. Cairan kemaluanku muncrat
dengan derasnya dan kurasakan tubuhku seperti lumpuh. Namun Pak Usep
belum menyudahi perbuatannya.
Sekarang dia memiringkan tubuhku dan
mengangkat kaki kiriku, lalu dia meneruskan genjotannya pada tubuhku.
Aku sudah setengah sadar ketika tiba-tiba sebatang penis sudah berada di
depan wajahku. Kutengadahkan kepalaku dan kulihat Pak Riziek berdiri di
sampingku dengan penisnya masih berdiri kokoh, tidak jauh dari situ
nampak tubuh telanjang Rina yang sudah terkapar lemas. Tanpa membuang
waktu lagi diraihnya kepalaku, mulutku penuh sesak oleh penisnya yang
berlumuran aneka cairan itu.
Tiba-tiba mereka menurunkan tubuhku dari
kursi, kini aku berada di lantai dengan posisi anjing, kimonoku mereka
lepas hingga aku bugil total. Pak Riziek mengambil posisi di belakangku
lalu dia membuka duburku dan tangan satunya mengarahkan penisnya ke
sana. Ooohh.. tidak, dia mau menyodomiku seperti yang dia lakukan pada
Rina, masih terbayang olehku betapa brutalnya lelaki ini memperlakukan
Rina barusan.
“Jangan Pak, jangan di situ aduuuh..
sakit.. ooh..!” rintihku memelas ketika dia memasukkan penisnya. “Aakkh…
akhh… oougghh…” aku terus merintih-rintih, mataku terpejam merasakan
kepedihan tiada tara sampai airmataku meleleh membasahi pipi. “Wah..,
enak, lebih seret dari Neng Rina..!” kata Pak Riziek disambut gelak tawa
mereka. Dia mulai menggenjot tubuhku sementara di depanku Pak Usep
memaksaku mengkaraoke penisnya.
“Udah jangan nangis, lu sebenernya
keenakan kan..! Ayo emut nih kontol..!” perintahnya sambil menjambak
rambutku. Aku benar-benar merasa terhina saat itu namun menikmatinya,
perlakuan kasar ini mendatangkan kenikmatan tersendiri. Selain
menyodomiku, Pak Riziek juga sesekali menampar pantatku hingga terasa
panas dan sakit. Di tempat lain Pak Usep terus menahan kepalaku yang
sedang mengulum penisnya sambil memaju-mundurkan pantatnya seolah sedang
menyetubuhiku, wajahku makin terbenam pada bulu-bulu kemaluannya yang
lebat.
Tidak lama kemudian kurasakan penis Pak
Usep dalam mulutku semakin berdenyut dan akhirnya tumpahlah spermanya di
mulutku. Ehheek.. hhkk.. aku tersedak tapi kepalaku ditahan olehnya
sehingga terpaksa cairan itu kutelan, sebagian meleleh keluar membasahi
bibirku. Pada saat hampir bersamaan pula aku klimaks yang kesekian
kalinya, tubuhku mengejang, aku ingin menjerit namun mulutku tersumbat
penis Pak Usep sehingga hanya terdengar suara erangan tertahan dari
mulutku yang berlepotan sperma dan airmataku makin membanjir.
Beberapa menit kemudian akhirnya Pak
Riziek ejakulasi, aku merasakan cairan hangat dan kental menyirami
duburku. Aku merasa sangat lelah, napasku terengah-engah dan menangis
terisak-isak apalagi saat kudengar mereka tertawa-tawa dan mengucapkan
kata-kata yang merendahkan kami, makin panas saja telinga dan hatiku.
Pak Riziek masuk ke dalam dan tidak lama
kemudian ia kembali dengan 2 gelas air, disodorkannya gelas itu padaku
dan Rina yang dibangunkannya dengan menyiram air kolam. Langit sudah
gelap ketika itu, Pak Riziek keluar membeli makan malam untuk kami.
Sambil menunggu Pak Usep beristirahat dengan berendam di kolam dangkal
bersamaku dan Rina, tingkahnya seperti raja minyak saja, dia meminta
Rina yang payudaranya montok melakukan pijat ala Thai, sedangkan aku
digerayangi dan diciuminya seperti mainan. Sungguh benci aku padanya,
tapi terpaksa harus bersikap manis agar dapat lekas bebas darinya.
Malam harinya sebelum tidur kami main
berempat sekaligus di ranjangku. Pak Usep berbaring, aku naik ke atas
wajahnya berhadap-hadapan dengan Rina yang naik ke atas penisnya. Kami
berdua sibuk mengkaraoke penis Pak Riziek yang mengacung di antara kami.
Secara bergantian kami menjilati dan mengulum penis itu hingga
memuncratkan maninya membasahi wajah kami. Sementara itu kurasakan
vaginaku mulai banjir lagi akibat permainan lidah Pak Usep.
Malam itu, setelah digarap habis-habisan
akhirnya kami berempat tertidur kelelahan di kamar itu. Pagi harinya
kembali aku digarap di bathtub oleh Pak Riziek ketika mandi bersama, aku
dibuatnya klimaks dua kali dan dia semprotkan maninya dalam vaginaku.
Setelah seharian menjadi budak seks,
mereka akhirnya mengembalikan klise itu pada kami. Kami memeriksanya
dengan seksama agar tidak mendapat kesulitan lagi di kemudian hari.
Segera setelah itu kusuruh mereka hengkang dari villa-ku dan kami pun
pulang ke Jakarta. Hari berikutnya Pak Riziek menghubungi ayahku untuk
pamit mengundurkan diri dan sejak itu pula atas bujukanku dengan
macam-macam alasan, keluarga kami tidak pernah lagi menyewa orang untuk
menjaga villa.
Aku masih dendam pada mereka yang telah
memperdayaiku, namun terkadang aku merasa rindu mengulanginya, rindu
tangan-tangan kasar itu menggerayangi tubuhku. Hingga detik ini belum
seorang pun mengetahui peristiwa itu temasuk keluarga dan kekasih kami.
Posted By : www.tugupoker.net
No comments:
Post a Comment